Kau tau tapi tak mau

Megita Rubi 12/16/2017 Add Comment
Dina Putri Maharani | Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati | Tadris IPA Biologi

kau-tau-tapi-tak-mau-jurnal-kehidupan

Kini mereka tercampakkan
Membumi hanguskan yang tersisih
Tak kuasa timbulkan elakan
Melahap semua yang terkasih .

Kian nyawa berserakan
Tapi semua bersandiwara
Tak kuasakah kau tampakan ?
Sorang tokoh dalam kenyataan!

Mulut sorang berbicara iba
Namun, aksi terbata bata
Hingga kini iba sulit tuk tiba
Karena hati itu tak tertata

Kejam!
Semua sibuk dengan perannya .
Menghasilkan senyuman lebam,
Dan Menjajah beribu warni cahaya.

Rabb Mu sungguh Maha terkasih
Memeluk tuan yang tersisih
Menimang puan yang melirih
Maka, Bantulah! Tuk jadi yang terpilih .

Hijrah Diri

Megita Rubi 12/13/2017 Add Comment

hijrah-diri-jurnal-kehidupan

Untukmu yang masih berada di dalam zona kebimbangan

Merasa diri belum mantap untuk berhijrah dengan dalih belum pantas, belum baik dan lain sebagainya

Padahal untuk bersekolah sekalipun kita tidak harus menjadi pandai dulu

Justru karena ikut bersekolah kita ingin menjadi orang yang pandai

Lalu apa bedanya dengan berhijrah?

Bukankah memang dengan berhijrah kita ingin menjadi pribadi yang lebih baik?


Bersegeralah dalam kebaikan

Karena tidak ada kata terlambat untuk berubah, yang ada hanya menunda-nunda apa yang seharusnya  dilakukan

Mulailah dengan satu langkah awal dan berjalanlah bersama dengan sahabat-sahabat surga

Karena seribu langkah tidak akan pernah tercipta tanpa satu langkah awal yang pasti

Tenanglah, Allah selalu bersama kita

Berteman dengan cinta

12/06/2017 Add Comment
berteman-dengan-cinta-jurnal-kehidupan

Gemericik air sungai terdengar begitu keras, di pinggiran hutan berdiri pohon-pohon pinus tinggi menjulang ke langit. Suara serangga tak ingin kalah dari gemerecik air, sesekali lebih keras menandakan mereka ada di hutan ini.

“hei teman-teman tunggu aku”. Dude si ulat menyapa teman-temannya. Mereka hendak mengunjungi rumah Ibang, serangga baru yang tinggal di hutan ini.

“kau ini lambat sekali, tubuh gemukmu itu tidak berguna ya!” ungkap temannya bersahut dengan suara tawa kawanannya.

“ah tuhan, kenapa kau ciptakan aku sebagai ulat menjijikan ini! Kau tak cinta aku?” tersayatlah hati Dude hingga ia bergumam demikian.

Perjalanan cukup lama untuk sampai ke pohon pinus tempat Ibang tinggal, terlebih bagi Dude yang bermasalah dengan berat badannya. Awan mulai mendung, matahari tak tampak lagi, hingga kawanan serangga memutuskan untuk bergegas mempercepat perjalanan. Sebagian dari mereka terbang dengan sayapnya, sebagian yang lain dengan kemampuan terbaiknya, seperti Aba sang laba-laba yang memanfaatkan jaringnya.

“tunggu dulu, bagaimana denganku?” Dude kembali berkeluh, seakan suaranya tak pernah dianggap.

“berusahalah, bukankah kakimu banyak? seharusnya kau bisa berjalan lebih cepat” ujar Aba si laba-laba sembari meninggalkan Dude.

Malang nasib Dude, hingga hujan lebat menghampirinya. Deras air hujan menghantam badan gemuknya hingga terbawalah oleh arus yang cukup kuat

“ya tuhan tolong aku” di tengah keputus asaannya Dude masih menyandarkan nasibnya pada tuhan semesta alam.

Dude tak sadarkan diri, tetiba dia tersangkut di atas daun hijau yang terbawa air hujan ke arah utara. Tubuhnya lunglai tak lagi semangat, seolah mati rasa atas penderitaan hidupnya. Disisi lain kawanan serangga yang meninggalkan Dude telah sampai pada pohon pinus tempat Ibang tinggal.

“wah elok sekali tubuhmu, kau juga terlihat begitu kuat”. Aba terpukau dengan sosok Ibang si kumbang hercules.

“iya dong, tubuh yang maco serta corak warna yang indah sudah menjadi identitas kami sebagai kumbang hercules”. Jawab Ibang dengan angkuhnya.

“Hmm, boleh aku merasakan tanduk kuatmu? Dan mengelus corak indah tubuhmu?” Pinta Aba.

“Silahkan.” Jawab Ibang singkat.

Begitu Ibang memberi ijin, kawanan serangga berebut untuk menyentuh bagian indah tubuh sang kumbang hercules itu. Mereka berdesakan ingin merasakan betapa beruntungnya Ibang dengan tubuh eloknya, tak sedikit dari mereka yang malah bertengkar dengan sesamanya sebab tak di beri kesempatan untuk menyentuh tanduk Ibang. Peristiwa itu berlangsung cukup lama hingga hujan mulai mereda.

“hai teman-teman, maaf aku sedikit terlambat” Tutur Dude dengan nafas terengah-engah.

Suasana menjadi hening, semua mata serangga tertuju pada sosok ulat hijau gemuk yang menjijikan, sungguh jauh berbeda dengan kumbang hercules yang mereka perebutkan dimana kumbang itu elok dan kuat.

“Siapa dia? Apa dia bagian dari kalian?” Ibang menunjuk Dude dengan sombongnya.

“kami tak kenal dia, dia bukan bagian dari kawanan kami”. Aba malu atas kehadiran Dude, begitupun dengan kawanan serangga di sekelilingnya.

“kau begitu gemuk? Lambat? Hijau menjijikan. Seharusnya kau tak datang ke tempat ini, pohon ini tak pantas untukmu. Pergilah!” Ibang mendorong Dude dengan tanduk kuatnya hingga ia terjatuh dari pohon tempat dia berada. Beruntung dude jatuh ke dedaunan pada semak-semak hutan pinus, sehingga dia bisa berusaha sedikit demi sedikit untuk turun ke tanah.

“Apa yang salah dengan diriku? Apakah menjadi ulat itu begitu menjijikan? Andai aku bisa memilih, aku pasti memilih untuk jadi kumbang hercules, bukan ulat hijau, gemuk, dan lambat ini! Ya tuhan, aku menyayangi teman-temanku, ingin rasanya seperti Ibang yang memiliki banyak teman. Tapi kenapa? Kenapa bagiku begitu susah untuk memiliki seorang teman? Kenapa juga kau takdirkan aku sebagai ulat!” Dude kembali menangis, kelopak matanya tak kuat untuk menahan air mata.

Ulat gemuk itu berjalan gontai tak tentu arah, hanya tangisan yang menemani perjalanannya, sesekali dia teringat temannya namun tak lama hatinya kembali tertusuk, terlebih ketika ia mengingat kejadian paling berat yang dihadapinya baru-baru ini. Dia teringat ejekan teman-temannya, ditinggal sendirian berjalan dengan awan yang kian menghitam hingga hujan deras menghantam tubuhnya, tak dianggap oleh kawanannya, dihinakan oleh Ibang, dan didorong hingga terjatuh. Begitu malangnya Dude hingga setiap kali teringat itu dirinya tak henti menangis.

“Mungkin ini tempat yang pas untuk ku melepas penat”. Dude beistirahat di bawah daun yang menggelantung di suatu pohon. Begitu lelahnya hingga dia tertidur pulas.

Namun tak di sangga tidur pulas Dude begitu lama layaknya hewan mengerat berhibernasi pada musim dingin, malam berganti malam tak ubahnya kepingan puzzle yang membentuk sebuah gambar, memberikan kejelasan makna dari teka-tekinya. Tubuhnya menjadi kepompong bergantung pada tulang daun, kian lama kian coklat mengeras begitu dahsyat.

Di tempat lain kawanan serangga berkumpul dengan Ibang si kumbang hercules itu, mereka berterbangan kesana kemari dengan sayapnya yang indah. Tanduknya tertancap gagah menambah keelokan kumbang hercules itu, hingga Ibang menjadi tatapan setiap mata para serangga.

“Ibang awas”. Teriak Aba si laba-laba dengan histeris.

Kumbang hercules yang sombong itu menabrak dahan pohon hingga tubuhnya melesat jatuh ke lumpur hisap.

“tolong aku kawan”. Ibang mengiba.

“cepat tolong dia cepat!”. Aba berteriak memberi komando pada setiap serangga di sekitarnya, namun sungguh malang tak satu pun dari mereka yang mau menolong Ibang. Bukan tidak kasihan tapi karena tak ada yang kuat menarik badan kumbang hercules berbobot besar itu.

“Aa.. tolong..” Ibang terlihat begitu pasrah dengan keadaannya, seperdetik kemudian beberapa bagian tubuhnya hilang ditelan lumpur.

“Ibang pegang ini”. Sosok kupu-kupu indah dengan corak warna memanjakan setiap mata terbang dengan anggun. Kawanan serangga terus terpikat dengan gaya terbangnya, mereka lupa dengan kondisi Ibang, matanya tak berkedip sedikitpun.

“Waw indah sekali”. Aba si laba-laba terpukau hebat.

Dengan sayap indahnya, kupu-kupu itu turun menarik tanduk Ibang si kumbang hercules, terlihat begitu berat tubuh Ibang, hingga sesekali tubuh sang kupu-kupu tertarik oleh lumpur. Namun berkat usaha yang begitu keras, dengan tekad yang bulat untuk menyelamatkan temannya ini, kupu-kupu berhasil menarik Ibang. Ibang dan kupu-kupu itu terpental, sayapnya sedikit demi sedikit menahan arus angin agar bisa menstabilkan keadaan, dengan begitu mereka berdua selamat dari bahaya lumpur hisap.

“Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa mengenalku?” tanya Ibang penuh heran.

“Kau temanku, kau bagian dari hidupku. Aku adalah dude, temanmu”. Jawab sang kupu-kupu dengan lugas serta rendah hati.

Mendengar jawaban sang kupu-kupu Ibang langsung menangis haru, dia begitu menyesal telah mendorong Dude sampai jatuh. Namun yang dia lihat hari ini sungguh luar biasa, ulat gemuk, hijau, lambat, dan menjijikan itu berubah menjadi malaikat penolong hidupnya dengan sayap indah, dan tubuh yang cantik, serta tak ada kesombongan sedikitpun darinya. Itulah yang membuat Ibang menangis.

“Dud, aku sungguh minta maaf atas perlakuanku terhadapmu, atas kesombonganku, dan atas apa yang kawananmu lakukan. Sekali lagi aku minta maaf!” Ibang tertunduk malu, air matanya tak bisa dicekal, sesekali keluar dari kelopak mata yang tak bisa membendungnya.

“Ah tak perlu lah kau minta maaf, bukankah teman sudah selayaknya saling tolong-menolong? Lagi pula aku yakin ini adalah takdir tuhan yang telah di gariskan padaku. Jadi, ketika engkau dihadapkan dengan berbagai kesulitan, diterpa berbagai rintangan, diuji dengan bermacam halangan, yakinlah di ujung sana ada pertolongan tuhan yang menantimu, kau tak perlu putus asa, tapi sandarkanlah keluh-kesahmu pada-Nya, sebab Dia begitu memahami kondisi makhluknya. Tak perlu juga kita sesali keadaan kita, sejatinya kita adalah yang terbaik, walau belum bisa menjadi yang terbaik bagi orang lain, setidaknya kita bisa menjadi yang terbaik untuk diri kita sendiri. Kelak tuhan akan tinggikan derajat kita.” Ungkap Dude masih dengan kerendahan hatinya.

“Kau begitu hebat dud, hatimu sungguh mulia”. Ibang menangis memeluk sahabat yang telah menyelamatkannya, lalu berebutlah serangga-serangga yang di pimpin oleh Aba si laba-laba saling meminta maaf pada Dude, hingga akhirnya hutan pinus yang dingin itu menjadi saksi bisu persahabatan para kawanan serangga ini.

Tak ada Daya

12/04/2017 Add Comment
tak-ada-daya-jurnal-kehidupan


Apalah daya, ketika seorang anak berdusta pada orang tuanya. ketika anak itu sadar dia hanya bisa meratapi kesalahannya dengan sebuah tangisan yang meminta ampunan kepada sang pencipta agar dapat memaafkan dosa dirinya.

Ketika anak itu mengingat bayangan wajah ibunya, air matanya seakan sungai yang tumpah tanpa penghalang. kesalahan yang amat begitu dalam. tidak akan bisa dimaafkan walaupun oleh dirinya sendiri. 

Dia merasa hidup dipenuhi oleh beban yang sangat berat sekali, saking beratnya ia juga tak bisa menampung semuanya. lelah letih kedua orang tuanya seakan tidak ada artinya ketika syetan penghasut menguasai dirinya. 

Begitu besar pengorbanan orang tua untuk seorang anak. jangan pernah mengabaikan setiap keringat yang dikeluarkan dari pori-pori kulit seorang ibu dan ayah. karena penyesalan akan datang di akhir. penyesalan tak akan membuat kita bahagia. dan setiap aktifitas yang kita lakukan harus dalam keadaan sadar sekadar mungkin. jangan sampai kita menyesal. 

Ambillah pelajaran dari setiap kesalahan.

Karena tak akan ada daya dan upaya jika kita telah sampai di titik penyesalan.